|

Bahaya Menggunjing!!!!


Ini suatu renungan buat kita semua. Tentang bahaya Ghibah dan Namimah. Ini Ayatnya :“Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka (kecurigaan), karena sebagian prasangka adalah dosa; janganlah mencari-cari keburukan orang, dan jangan menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurât [49]: 12).
 Ghibah dan namimah termasuk perkara paling keji dan paling banyak menyebar di kalangan umat manusia. Hanya sedikit orang yang selamat darinya.Ghibah adalah Anda menceritakan tentang sesuatu yang dibenci oleh seseorang untuk diceritakan, baik berkaitan dengan bentuk fisik, agama, dunia, kejiwaan, budi pekerti, harta, anak, suami, istri, pembantu, pelayan, pakaian, cara berjalan, cara bergerak, senyuman, kecemberutan, dan lain sebagainya. Apakah Anda menceritakannya lewat lisan, tulisan, atau sekadar isyarat dengan mata, tangan, kepala, dan sejenisnya. Berkaitan dengan fisik, seperti kata-kata Anda: buta, pincang, pincang sebelah, botak, pendek, tinggi, hitam, kuning, dan seterusnya. Berkaitan dengan agama seperti kata-kata Anda: pendosa, pencuri, khianat, zhalim, meremehkan shalat, meremehkan najis, tidak berbakti kepada orangtua, tidak meletakkan zakat pada tempatnya, tidak menjauhi ghibah, dan lainnya. Dalam hal dunia seseorang seperti kata-kata Anda: kurang ajar, meremehkan orang lain, meremehkan hak orang lain, banyak omong, banyak makan, banyak tidur, tidur tidak pada waktu-nya, duduk tidak pada tempatnya. Pada hal-hal yang berkaitan dengan orangtuanya, seperti kata-kata Anda: bapaknya adalah pendosa, bapaknya orang India, orang kulit hitam, pekerja kasar, tukang jahit, pedagang budak, tukang kayu, tukang las, tukang tenun, dan seterusnya. Pada budi pekerti seperti Anda katakan: akhlaknya buruk, sombong, suka cari perhatian, suka bikin malu, bengis, lemah, penakut, suka ngawur, angkuh, dan seterusnya. Berkaitan dengan pakaian, seperti kata-kata Anda: lebar lobang tangannya, panjang buntut pakaiannya, kotor pakaiannya, dan seterusnya. Pokoknya yang menjadi pedoman adalah menceritakan tentang keadaan orang lain yang keadaan tersebut tidak dia sukai. Imam Abu Hamid al-Ghazali telah menukil kesepakatan seluruh kaum muslimin, bahwa ghibah adalah apabila Anda menceritakan tentang orang lain dengan cerita yang tidak disukainya. Namimah Imam Abu Hamid al-Ghazali rahimahullâh mengatakan, “Namimah biasanya dipakai untuk menyebutkan aktivitas seseorang dalam memindahkan suatu perkataan dari satu orang atau kelompok kepada orang lain atau kelompok lain, seperti jika Anda katakan kepada seseorang, ‘Ketahuilah bahwa si fulan mengatakan demikian dan demikian tentang kamu.’ Tetapi, namimah tidak hanya terbatas pada hal seperti itu. Definisi namimah adalah mengemukakan apa yang tidak disukai kedua belah pihak atau bahkan orang ketiga. Mengemukakannya bisa secara lisan, tulisan, isyarat, atau lainnya. Yang dipindahkan bisa perkataan atau perbuatan, bisa aib ataupun bukan. Sehingga hakikat namimah adalah mengemukakan apa yang dirahasiakan, menyingkap tabir dari apa yang tidak disukai untuk dikemukakan. Sudah selayaknya setiap orang, agar diam dari semua yang dilihat dari keadaan manusia kecuali apa-bila dirasa ada manfaatnya bagi seorang muslim dengan menceritakannya atau untuk mencegah kemaksiatan. Namun apabila seseorang melihat orang lain me-nyembunyikan hartanya sendiri kemudian dia ceritakan hal ini, maka itulah namimah. Apabila seseorang melakukan namimah, dan mengatakan kepadanya bahwa si fulan telah membicara-kannya, maka dia wajib menjalankan enam hal: Pertama, tidak memercayainya, karena orang yang melakukan namimah adalah orang fasik, dan orang fasik tertolak beritanya. Kedua, melarangnya dari per-buatan tersebut, menasihatinya, dan mengeritisinya. Ketiga, membencinya karena Allah I, sebab dia dibenci di sisi Allah. Membenci karena Allah hukum-nya wajib. Keempat, tidak berburuk sangka kepada orang yang sedang di-ceritakan. Allah I berfirman: “Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (Al-Hujurât [49]: 12) Kelima, jangan pernah memata-matai berdasarkan apa yang di-ceritakan. Allah I berfirman: “Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain.” (Al-Hujurât [49]: 12) Keenam, tidak ridha terhadap cerita tersebut sehingga tidak men-ceritakannya lagi. Diriwayatkan bahwa seseorang bercerita kepada Umar bin Abdul Aziz t tentang seseorang yang melakukan sesuatu. Umar berkata, “Jika engkau mau, kami akan mempertimbangkan laporanmu. Apabila engkau seorang pendusta, maka engkau termasuk dalam ayat ini: “Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik mem-bawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Al-Hujurât [49]: 6) Apabila engkau adalah seorang yang jujur, maka engkau termasuk dalam ayat ini: “Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.” (Al-Qalam [68]: 11) Adapun jika engkau mau, maka kami bisa memaafkanmu.” Dia menjawab, “Maaf, wahai Amirul mukminin, aku tidak akan mengulanginya lagi.” Seseorang membawakan selembar kertas kepada ash-Shahib bin Abbad yang isinya nasihat supaya mengambil harta anak yatim yang jumlahnya sangat besar. Di balik kertas tersebut ash-Shahib menuliskan, “Namimah itu buruk walaupun benar, yang sudah mati semoga Allah merahmatinya, anak yatim semoga Allah menjaganya, harta tersebut semoga Allah membiakkannya, dan orang yang berusaha (untuk namimah) semoga Allah melaknatnya.” .
(Bahan Renungan kita semua)  (azz)


Posted by Anonim on 20.45. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response