Profesionalisme Guru
Istilah profesionalisme
guru tentu bukan sesuatu yang asing dalam dunia pendidikan. Secara sederhana,
profesional berasal dari kata profesi yang berarti jabatan. Orang yang
profesional adalah orang yang mampu melaksanakan tugas jabatannya secara
mumpuni, baik secara konseptual maupun aplikatif. Guru yang profesional adalah
guru yang memiliki kemampuan mumpuni dalam melaksanakan tugas jabatan guru.
Bila ditinjau secara lebih dalam, terdapat
beberapa karakteristik profesionalisme guru. Rebore (1991) mengemukakan enam
karakteristik profesionalisme guru, yaitu: (1) pemahaman dan penerimaan dalam
melaksanakan tugas, (2) kemauan melakukan kerja sama secara efektif dengan
siswa, guru, orang tua siswa, dan masyarakat, (3) kemampuan mengembangkan visi
dan pertumbuhan jabatan secara terus menerus, (4) mengutamakan pelayanan dalam
tugas, (5) mengarahkan, menekan dan menumbuhkan pola perilaku siswa, serta (6) melaksanakan
kode etik jabatan.
Sementara itu, Glickman
(1981) memberikan ciri profesionalisme guru dari dua sisi, yaitu kemampuan berpikir abstrak (abstraction)
dan komitmen (commitment). Guru
yang profesional memiliki tingkat berpikir abstrak yang tinggi, yaitu mampu
merumuskan konsep, menangkap, mengidentifikasi, dan memecahkan berbagai macam
persoalan yang dihadapi dalam tugas, dan juga memiliki komitmen yang tinggi
dalam melaksanakan tugas. Komitmen adalah kemauan kuat untuk melaksanakan tugas
yang didasari dengan rasa penuh tanggung jawab.
Lebih lanjut, Welker
(1992) mengemukakan bahwa profesionalisme guru dapat dicapai bila guru ahli (expert) dalam melakasnakan tugas, dan selalu mengembangkan
diri (growth). Glatthorm
(1990) mengemukakan bahwa dalam melihat profesionalisme guru, disamping
kemampuan dalam melaksanakan tugas, juga perlu mempertimbangkan aspek komitmen
dan tanggung jawab (responsibility),
serta kemandirian (autonomy)..
Membicarakan tentang profesionalisme guru, tentu tidak bisa dilepaskan dari kegiatan pengembangan profesi guru itu
sendiri. Secara garis besarnya, kegiatan pengembangan profesi guru dapat dibagi
ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) pengembangan intensif (intensive
development), (2) pengembangan kooperatif (cooperative
development), dan (3) pengembangan mandiri (self
directed development) (Glatthorm, 1991).
Pengembangan intensif (intensive development) adalah bentuk pengembangan yang
dilakukan pimpinan terhadap guru yang dilakukan secara intensif berdasarkan
kebutuhan guru. Model ini biasanya dilakukan melalui langkah-langkah yang
sistematis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi dan
pertemuan balikan atau refleksi. Teknik pengembangan yang digunakan antara lain
melalui pelatihan, penataran, kursus, loka karya, dan sejenisnya.
Pengembangan kooperatif
(cooperative development) adalah suatu bentuk
pengembangan guru yang dilakukan melalui kerja sama dengan teman sejawat dalam
suatu tim yang bekerja sama secara sistematis. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan kemampuan profesional guru melalui pemberian masukan, saran,
nasehat, atau bantuan teman sejawat. Teknik pengembangan yang digunakan bisa melalui
pertemuan KKG atau MGMP/MGBK. Teknik ini disebut juga dengan istilah peer
supervision atau collaborative
supervision.
Pengembangan mandiri (self directed development) adalah bentuk pengembangan
yang dilakukan melalui pengembangan diri sendiri. Bentuk ini memberikan otonomi
secara luas kepada guru. Guru berusaha untuk merencanakan kegiatan,
melaksanakan kegiatan, dan menganalisis balikan untuk pengembangan diri
sendiri. Teknik yang digunakan bisa melalui evaluasi diri (self evaluation) atau penelitian tindakan (action research).
====================
Diambil dan adaptasi
dari:
Direktorat Tenaga
Kependidikan Direktorat Jenderal. Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kepemimpinan
Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Sumber Daya Manusia di Sekolah Dasar (Materi Diklat Calon kepala
sekolah/Kepala sekolah). Jakarta
====================