|

Cinta Tak (Mungkin) Terbalas


M. Syukron Maksum*

Dari Umar ra, dia berkata: “Suatu hari ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah saw tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lutut Rasulullah saw seraya bertanya, ‘Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam.’ Maka bersabdalah Rasulullah: ‘Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu.’ Kemudian dia berkata, ‘Anda benar.’ Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan.
Kemudian dia bertanya lagi: ‘Beritahukan aku tentang Iman.’ Lalu beliau bersabda, ‘Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.’ Kemudian dia berkata, ‘Anda benar.’ Kemudian dia berkata lagi: ‘Beritahukan aku tentang ihsan.’ Lalu beliau bersabda, ‘Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau.’ Kemudian dia berkata, ‘Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya).’ Beliau bersabda, ‘Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.’ Dia berkata, ‘Beritahukan aku tentang tanda-tandanya.’ Beliau bersabda, ‘Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin lagi penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya.’
Kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Lalu beliau saw bertanya, “Tahukah engkau siapa yang bertanya?”. Aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.“ Beliau bersabda, “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian.
(Riwayat Muslim)

***

Di Tanjung Balai, hiduplah seorang anak miskin dan yatim, namanya Simardan. Pada suatu hari, dia pergi merantau ke negeri seberang, guna mencari peruntungan. Setelah beberapa tahun merantau dan tidak diketahui kabarnya, suatu hari ibunya yang tua renta, mendengar kabar tentang berlabuhnya sebuah kapal layar dari Malaysia. Pemilik kapal itu bernama Simardan yang tidak lain adalah anaknya yang bertahun-tahun tidak bertemu.
Bahagia anaknya telah kembali, ibu Simardan lalu pergi ke pelabuhan. Di pelabuhan, wanita tua itu menemukan Simardan berjalan bersama wanita cantik dan kaya raya. Dia lalu memeluk erat tubuh anaknya, Simardan.
“Anakku, kau telah kembali, Nak,” seru sang ibu dengan berurai air mata bahagia.
Tidak diduga, pelukan kasih dan sayang seorang ibu, ditepis Simardan. Bahkan, tanpa belas kasihan Simardan mendorong tubuh ibunya hingga terjatuh.
“Siapa kau? Aku bukanlah anakmu,” hardiknya.
“Bang, kalau memang wanita itu ibumu, akui saja. Kita ajak ke kapal dan kita hidup bersama,” rayu istrinya melihat bentakan Simardan pada ibunya.
Simardan justru membentak istrinya. “Apa kau bilang? Aku sudah tidak punya ibu. Dia bukan ibuku.”
“Enyahlah kau dari hadapanku, pengemis dekil,” hardik Simardan pada ibunya.
Ibunya menangis sedih. Ia tersedu-sedu melihat perlakuan anaknya pada dirinya. Lalu ia berdoa, Tuhan, kalau dia adalah anakku, tunjukkanlah kebesaran-Mu.
Usai berdoa, turun angin kencang disertai ombak yang mengarah ke kapal layar milik Simardan, sehingga kapal tersebut hancur berantakan. Sedangkan tubuh Simardan, tenggelam dan berubah menjadi sebuah pulau bernama Simardan.
Menurut legenda, para pelayan dan istrinya pun ikut kena batunya. Mereka berubah menjadi kera putih, karena kesalahan Simardan. Mereka hidup di hutan Pulau Simardan. Sekitar empat puluh tahun lalu, masih ditemukan kera putih yang diduga jelmaan para pelayan dan isteri Simardan.

***
Kiamat sudah dekat. Pernyataan ini tampaknya bukanlah isapan jempol, karena bukti-bukti yang menunjukkan kiamat hampir tiba nampak di depan mata. Tanda-tanda akan berakhirnya alam semesta ini semakin banyak bermunculan, diantaranya semakin banyak ditemukan anak yang durhaka pada kedua orangtuanya, dan munculnya si miskin yang tiba-tiba menjadi kaya dengan cara-cara yang tidak benar, lalu berusaha memporak-porandakan tatanan masyarakat.
Salah satu tanda akan datangnya kiamat, sesuai hadis di atas adalah, banyaknya anak yang durhaka kepada orangtuanya. Bibit-bibit pembangkangan terhadap orang tu sebenarnya sudah mulai bersemi pada masa Nabi Adam, yakni saat salah satu anaknya membangkang perintah Adam untuk dinikahkan pada pasangan yang sudah ditentukan sesuai petunjuk Allah. Dan kini, pola dan bentuk perbuatan durhaka pada kedua orang tua mengalami banyak perubahan, namun intinya tetap sama, menyakiti hatinya dan tak peduli akan jasa kedua orangtua.
Sudah menjadi sunnatullah atau ketetapan Allah, bahwa kebaikan akan berbuah kebaikan dan kejahatan berbalas kejahatan. Betapa besar jasa dan kebaikan kedua orang tua, yang telah merawat dan menyayangi kita dari mulai janin hingga dewasa, ikhlas tanpa berharap balas. Tapi anak-anak yang durhaka memutus mata rantai sunnatullah itu, kebaikan orang tua dibalas dengan kebencian dan kejahatan, maka murka Allah-pun datang, seperti kisah Simardan di atas. Apalagi jelas-jelas ditegaskan Rasulullah saw, bahwa ridha Allah sangat bergantung pada ridha kedua orangtua, demikian pula murka-Nya.
Jangankan durhaka, tak membuat ibu bapak bahagia dan bersikap biasa-biasa saja-pun sebenarnya sebuah kerugian luar biasa. Bagaimana tidak, dengan mudah kita bisa melobi Allah: berharap ampunan dari dosa-dosa kita, memohon kemudahan rezeki, minta dipanggil ke tanah suci, ingin mendapat jodoh terbaik dan keinginan-keinginan dunia-akhirat lainnya, asalkan kita berusaha membuat kedua orang tua ridha pada kita. Doa orang tua adalah doa dahsyat luar biasa, tapi kita sering mengabaikannya, berdoa sendiri dengan sangat percaya diri, dan tak hendak meminta restu mereka. Datang mengadu pada saat dirundung masalah, tapi tak ingat sama sekali saat bergelimang rezeki.
Ada yang salah dengan kebanyakan kita. Maka jangan tunda lagi, saat bersimpuh atau minimal telpon orang tua, tanyakan kabarnya dan meminta ridha serta doa restu agar keinginan-keinginan tercapai dan hidup kita bahagia. Buat kedua orang tua bangga dengan prestasi di bidangnya masing-masing. Dan jangan lupa, berikan sesuatu yang membuat mereka bahagia: mengirim uang setiap bulan, mengumrohkan atau berangkatkan haji jika mereka belum ke sana, mencukupi kebutuhannya dan sebagainya. Lakukan semampu kita sembari berusaha meningkatkannya. Bukan nilainya yang penting, tapi hal itu menunjukkan perhatian kita. Semua itu memang tak akan mampu membalas kebaikan mereka, namun setidaknya mereka mengerti bahwa kita menyayangi mereka, meskipun belum bisa menandingi rasa sayang mereka pada kita.
Jangan pernah main-main dengan hal ini, karena akibatnya sangatlah fatal. Cinta kedua orang tua memang tak akan pernah terbalaskan, dan mereka jika tak meminta balasan, tapi jika kita tak berusaha membalasnya, atau dengan memberikan balasan sebaliknya, maka kerugianlah yang akan diterima.
Wallahu a’lam.

*Kepala MTs Al-Ishlah Kuala Jambi, Penyuluh Agama, Pegiat Program “Yuk Umroh 17 Mei 2012” HP. 085268206617, fb: Muhammad Syukron Maksum, twitter: @syukronms.

Posted by Administrator on 18.14. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response