|

Kesempurnaan Cinta


M. Syukron Maksum*


Sempurna. Itulah gambaran lengkap cinta Rasulullah kepada kita, ummatnya. Bagaimana tidak, beliau sangat mencintai kita. Bahkan pada detik-detik beliau naza’ menjelang nyawanya dicabut oleh Malaikat Izrail, yang beliau sebut-sebut bukanlah Aisyah, Aisyah, Aisyah… melainkan “Ummatiiii…ummati… Ummatku… Ummatku.”
Itu belum seberapa. Saat bumi berguncang, gunung-gunung beterbangan seperti kapas, semua binasa tanpa tersisa. Lalu, semua yang luluh lantak tak terbekas itu dibangkitkan kembali. Di masa kebangkitan itu, empat malaikat mencari di mana gerangan Rasulullah, mereka adalah Izrail, Israfil, Jibril dan Mikail. Tak ada yang lebih dulu dibangkitkan, kecuali Rasulullah Muhammad saw.
Empat malaikat itu hampir-hampir tidak dapat menemukan di mana makam Rasulullah. Semua bumi tampak sama, kosong dan datar. Hingga Allah memberi Cahaya-Nya. Dengan cahaya itu, terpancar cahaya dari tempat di mana Rasulullaah dikuburkan. Lalu malaikat tersebut saling menunjuk siapa yang pantas membangunkan Rasulullah. Akhirnya, sepakatlah keempat malaikat itu untuk menunjuk Jibril, karena ia yang paling dekat Rasulullah saw semasa hidup dulu.
Jibril memberi salam dan membangunkan Rasulullah. Saat terbangun, Rasul bertanya, “Hari apakah ini?” Dijawab oleh Jibril, “Inilah hari yang telah dijanjikan Allah, hari di mana pintu neraka dibuka, dan surga dihias.”
“Inilah hari yang juga telah Allah janjikan, bahwa manusia akan dibangkitkan, dihidupkan kembali, untuk bertanggungjawab atas semua yg telah dilakukan. Hari di mana hanya Allah yang memiliki kekuasaan, dan tidak ada perlindungan kecuali perlindungan Allah...”
Jibril terus bercerita, menceritakan keadaan hari itu, hingga Rasulullah memotong dengan pertanyaan yang cukup mengejutkan. “Wahai Jibril, aina ummatii? Di mana ummatku? Bagaimana keadaan ummatku?” Rasulullah tahu betapa mengerikannya hari kebangkitan itu. Rasulullah juga tahu, hampir-hampir ummatnya tidak ada yang selamat.
Subhanallah. Benar-benar sempurna. Cinta beliau pada kita betul-betul tiada duanya. Kita ini, kaum muslimin, bersemayam di kalbu Rasulullah, terkadang bagai salju yang sejuk, terkadang bagai api yang membakar dada beliau. Rasulullah tidak punya masalah pribadi dengan manusia, dunia atau Tuhan. Beliau dijamin masuk surga. Tetapi setiap malam Rasulullah bersujud tahajud menangis, menangis, dan menangis. Dan yang beliau tangisi bukanlah diri beliau sendiri, bukan istri dan keluarga beliau, melainkan ummat Islam. Juga saat terakhir hidupnya, dan ketika pertama dibangkitkan, tak ada yang lebih mengkhawatirkan beliau selain nasib kita, umatnya.
Mungkin salah satu hal yang Rasulullah tangisi adalah karena kita tidak pernah benar-benar meletakkan beliau sebagai yang utama. Dalam hampir semua bagian dari sejarahnya, Kaum Muslimin mengutamakan harta benda, kekuasaan, kepentingan pribadi, dan keserakahan dunia. Allah dan Rasulullah seringkali disebut-sebut dalam konteks untuk mendapatkan kekayaan dan kekuasaan. Allah dan Rasulullah hanya instrumen bagi kaum Muslimin untuk dipakai dalam memperbanyak perolehan modal, deposit materi, kekuasaan dan popularitas.
Ah, jangan sia-siakan cinta beliau yang demikian besar. Demi melihat betapa besar cinta beliau pada kita, mari belajar untuk menyempurnakan cinta kita pada beliau. Mari pedulikan apa yang beliau anjurkan, demi kebahagiaan beliau dan kebahagiaan kita. Mari belajar pada Bunda Khadijah, istri pertama beliau, yang mempertaruhkan dirinya sepenuhnya, sampai-sampai di ujung hayatnya ia berucap: “Wahai Muhammad, kekasihku, andai tulang belulangku laku dijual, maka biarlah uangnya untuk membantu perjuanganmu.”
Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa’ala ali Sayyidina Muhammad.

*Penulis dan Pengajar, berniat mengunjungi makam Rasulullah saw pada 17 Mei 2012 bersama istri.

Posted by Administrator on 23.04. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response